Kamis, 15 Agustus 2013

Rumput Tetangga Lebih Hijau

Pada saat aku masih tinggal bersama istri dan anakku dirumah kontrakkan di daerah Bekasi, kehidupan kami cukup mapan untuk ukuranku yang hanya seorang pegawai Outsourcing pada sebuah perusahaan BUMN. Kehidupan sexku pun normal dan wajar seperti layaknya orang yang sudah berumah tangga, dengan rutinitas hubungan dengan istriku seminggu dua sampai tiga kali saja. 

Hingga pada suatu ketika kontrakan disebelahku di tempati oleh seorang yang masih temanku bersama istri dan anaknya yang masih balita seumuran dengan anakku. Aku yang sudah sejak masih bujangan sudah mata keranjang, kontan saja tertarik oleh penampilan dan chasing istri temanku itu. Astuti dan biasa dipanggil Mba Tuti adalah wanita keturunan jawa berwajah ayu dengan tubuhnya yang mungil namun cukup menarik dengan keseksian yang dia miliki. 

Begitupun dengan Astuti yang sama sama bekerja di suatu pabrik, sering menitipkan kunci rumahnya juga terkadang anaknya kepada kami, disaat hendak bepergian keluar rumah. Dan semenjak ada mereka keakraban diantara keluarga kami mulai terasa, dan aku sendiri mulai dengan hayalan hayalanku yang datang menghiasi pikiranku karena begitu terpesona oleh keayuan Astuti, sering akupun curi curi pandang kepadanya yang terkadang hanya mengenakan daster tipis saat dirumah.

Suatu ketika disaat aku sedang libur dirumah Mba Tuti datang dengan menitipkan kunci rumahnya, yang katanya mau pergi kerumah orangtuanya bersama anak dan suaminya. Saat itu aku yang sedang sendiri dirumah karena anak dan istriku sedang ada keperluan dikampung untuk beberapa hari, menerima anak kunci yang dititipkan Mba Tuti kepadaku.

“…Mas Purwo titip kunci ya Mas…mau kerumah orangtua…” katanya.

“…oh iya Mba…” jawabku dengan tersenyum.

Setelah kepergian Mba Tuti bersama anak dan suaminya, kontan timbul niatku untuk masuk kerumahnya dengan kunci yang baru saja dititipkan kepadaku. Dengan celingukan mulai kubuka pintu rumahnya dengan perasaan berdebar, setelah berada didalam aku lalu bergegas menuju kekamarnya dan kubuka lemari pakaian yang tidak terkunci itu. Terlihatlah olehku sederet pakaian pria dan wanita yang tergantung rapi, lalu kuambil pakaian wanita yang berbahan sangat lembut lalu kuciumi dan kukeluarkan kontolku lalu kukocok kocok dengan pakaian wanita itu. 

Aku yang sedang berhayal menggumuli tubuh Mba Tuti yang seksi itu, lalu mengambil BH dan CDnya dan kuperlakukan sama seperti tadi kujadikan sarana pengocok batang kontolku. Hayalanku terus berlanjut dan dengan mengambil lagi sepotong pakaian wanita lalu kututupi bantal guling dengan pakaian wanita itu dan dengan menghayalkan sedang menggumuli tubuh Mba Tuti, lalu kutindihi bantal guling itu dengan kontolku yang sengaja kubungkus dengan CD wanita yang aku yakin milik Mba Tuti. 

Dengan penuh nafsu kugumuli terus bantal guling yang tertutup oleh pakaian Mba Tuti, hingga terasa air maniku sudah di ujung dan ku lepaskan lalu ku semprotkan ke CD Mba Tuti…”…aahhh Tuti…crot…crot…crot…!”
Akupun sibuk mencoba membersihkan bercak spermaku di CD itu, agar tidak meninggalkan noda yang nanti membuat Mba Tuti curiga. Hal ini kulakukan karena begitu terobsesi oleh keayuan dan kemolekan tubuh Mba Tuti, dan menjadikan aku seperti saat ini yang telah kukalukan dikamarnya.

Keesokkan harinya Mba Tuti tidak berangkat kerja seperti biasanya, dia hanya seorang diri dirumah kontrakannya dengan anaknya yang masih menginap dirumah neneknya di Tambun. Begitupun aku setelah melihat Mba Tuti ada dirumah sengaja tidak masuk kantor dengan alasan ada keperluan, dan pagi itu kulihat Mba Tuti sedang menjemur pakaiannya setelah mandi, kelihatan dari rambutnya yang masih basah.
Dengan berpura pura baru melihatnya akupun mengahmpirinya,

“…Loh Mba Tuti ngga masuk kerja…?” kataku.

“…iya mas lagi ngga enak badan nih…!...Mas purwo juga ngga masuk kerja…? Tanyanya kemudian.

“…kalo saya tadi ijin Mba…mau ada urusan keluarga, sebetulnya sih ngga ada, Cuma kepengen libur aja…!” kataku.

“…jangan keseringan begitu Mas…nanti jadi kebiasaan loh…!” katanya dengan mengingatkan.

Obrolan kami terus berlanjut hingga Mba Tuti selesai dengan jemurannya, dan dengan penuh keramahan dia pun menawarkan untuk sekedar minum kopi dirumahnya,

“…ayo masuk Mas Purwo biar kubuatkan kopi…!?”

“…ngga apa apa nih Mba…nanti jadi merepotkan…?!” jawabku basa basi.

“…udah kalem aja Mas…ayo silahkan masuk…!” katanya lagi.

Akupun masuk kerumahnya dan Mba Tuti langsung kedapur membuatkan aku secangkir kopi, dan saat menaruh kopi dimeja sempat terlihat buah dadanya menggantung saat dia membungkuk. Begitu melihat hal itu spontan batang kontolku ngaceng, dan mulailah pikiran pikiran kotor kembali menyeruak kedalam kepalaku.

“…Mba Tuti memang apa sih yang dirasa Mba…mungkin bisa saya bantu pijitin biar rada mendingan…!” kataku sambil menawarkan jasa.

“…ini loh mas badanku kok rasanya seperti meriang…!” katanya mengeluh.

“…coba Mba duduk sini biar aku pijitin Mba…!” kataku lagi berharap.

“…emangnya Mas Purwo bisa ngobatin…dengan pijit…?” tanyanya penasaran.

“…kalo kata yang pernah saya pjitin sih lumayan enakkan…!” timpalku lagi.
Lalu dengan alasan takut keliatan orang akupun mengajaknya untuk kupijat dikamarnya,

“…maaf Mba ngga enak kalo keliatan orang, gimana kalo dikamar Mba aja…?”

“…ya udah Mas kita dikamarku aja…” katanya menerima saranku.

Di dalam kamarnya sambil duduk ditepi ranjang aku mulai memijat pundak Mba Tuti, dan kuminta untuk menggulung rambutnya yang menutupi lehernya. Saat itu Mba Tuti memakai daster tipis bercorak kembang kembang dan sambil terus memijat tanpa setau Mba Tuti aku kian merapatkan dudukku ketubuhnya yang duduk dihadapanku, keharuman tubuhnya semakin membuat kontolku ngaceng. 

Pijatanku kini turun ke punggung dan pinggangnya terus naik lagi kesamping dibawah ketiaknya, Mba Tuti hanya diam menikmati pijatanku sambil memejamkan matanya. Dan sengaja kuberikan pijatan pijatan pada titik titik sensitif tubuh Mba Tuti yang akan membangkitkan rangsangann dan hasilnya mulai terlihat dengan mulai terdengarnya desahan dan rintihan halus dari mulut Mba Tuti.

Hal ini membuatku semakin memfokuskan pijatanku kedaerah sensitif tunuh Mba Tuti, dan kuberanikan dengan tambah merapatkan badanku ketubuhnya, dan aku mulai dengan memijit dari pinggang terus kedepan parutnya lalu naik lagi secara perlahan kebawah buah dadanya. Dan sengaja pula aku dekatkan wajahku keleher Mba Tuti agar hembusan nafasku menerpa dan menggelitik kulit leher jenjangnya yang mulus, dan kini desahan Mba Tuti semakin terdengar olehku dan sekarang tanganku bukan lagi memijit tapi meraba mengusap dan mengelus elus tubuhnya.

Dan selanjutnya dengan perasaan berdebar mulai kusentuh dan kuraba bagian paha dan selangkangan Mba Tuti, dan Mba Tuti semakin menampakkan kenikmatan atas perlakuanku disekitar daerah sensitifnya. Lalu dengan seolah tidak sengaja kesentuh kulit leher Mba Tuti dengan ujung hidungku dan terus ku sentuh lagi dengan bibirku, dan terkadang dengan kumisku yang jarang hingga akhirnya tubuh Mba Tuti rebah kebadanku.

Aku bernikan untuk menyusuri leher jenjang Mba Tuti dengan hidung dan bibirku, dan Mba Tuti tidak menampakkan dirinya akan marah kepadaku, tapi sebaliknya dia semakin menengadahkan kepalanya membuat permukaan lehernya semakin terbuka seakan minta aku untuk melakukan lebih dari apa yang tadi kuperlakukan sudah aku lakukan tadi. Maka dengan kubernikan kini mulai kuciumi dan kuselingi dengan jilatan jilatan kecil di leher jenjangnya, dan sekarang semakin jelaslah desahan kenikmatan yang dirasakan oleh Mba Tuti.

“…sssshhhh…hhhmmmsssffffhh…”

Dan dengan tanganku kini kuraba bagian dadanya dan kuremas dengan perlahan, dan dengan hati hati mulai kubuka satu persatu kancing daster Mba Tuti yang ada di bagian dadanya. Dasternya yang yang sudah tidak terkancing lalu kutarik dari samping kanan dan kirinya secara bersamaan kebawah dan mulai terlihat jelas pundaknya yang mulus, dan segera kuhujani denga jilatan jilatanku menyusuri leher hingga pundak Mba Tuti.

Akupun dengan segera pula mulai menggeser tali kutang di pundak Mba Tuti dengan perlahan hingga jatuh di samping tangan kanan dankirinya, dan kukeluarkan daging buah dadanya dari mangkok BHnya, lalu kuremasi dengan perlahan dan sesekali kupilin putting susunya hingga desahan Mba Tuti semakin terdengar.

“…ssshhhaaahhhh…eeeehhhhmmffffsss…”

Melihat hal ini aku semakin berani dengan tindakanku selanjutnya, kurebahkan tubuh Mba Tuti di pangkuanku lalu kulumat bibirnya dengan dibalas pagutan bibir Mba Tuti. Dengan tangan kananku yang menyanggah kepala Mba Tuti mulai, terus kami perpagutan dalam lumatan dan dengan lidah kami yang saling membelit didalam mulutnya. Lalu dengan tangan kiriku mulai merambahi daerah sekitar vagina Mba Tuti yang masih memakai celana dalam, dan kukorek ditengah belahan bibir vaginanya yang sudah lembab dengan cairan kewanitaannya yang meresap hingga ke celana dalamnya yang berbahan katun berwarna putih.

Pelan-lahan, aku membaringkan tubuh Mba Tuti ketengah ranjang. Aku menindih Mba Tuti sambil meneruskan pelukan. Ciumanku, aku arahkan ke lehernya, kemudian terus hingga ke buah dadanya. Aku hisap dan gigit putingnya, bergantian, kiri dan kanan. Mba Tuti menggeliat keenakan. Aku hisap semaunya, dengan diiringi oleh rintihan Mba Tuti. Dengan perlahan kuturunkan celan dalamnya dan kini nampaklah vagina Mba Tuti Kemudian, aku berhenti aku lihat kemaluannya agak merah dihiasi dengan bulu-bulu halus yang tersusun rapi. Kelihatan kelentitnya yang merah bergerak-gerak pelan.

Aku terus mencium, kini bagian pusarnya aku jilat. Aku turun lagi, hingga ke pangkal vaginanya. Vaginanya kelihatan basah dan berair aku jadi tambah nafsu, terus aku ulurkan jari aku ke kemaluannya. Aku usap dengan lembut bibir kemaluannya Mba Tuti mengerang keenakan sambil menggerak-gerakkan pantatnya. Aku mainkan kemaluannya, kelentitnya aku gigit pelahan, dan terangkat pantatnya menahan kenikmatan itu.
Kelentitnya yang aku mainkan dengan lidahku berulang-kali, tiba-tiba tubuh Mba Tuti mengejang lidah dan bibirku terasa basah.

"Ahhhhhh ........ hhhhhhhhhh ............"

Rupa-rupanya Mba Tuti sudah klimaks. Aku berhenti menjilat dan usapkan bibirku dengan sprei ranjangnya. Aku memainkan jariku di vaginanya. Aku masukkan sedikit, dia mengerang. Aku tusuk dan tarik lagi, dia mengerang makin kuat, suara yang semakin menaikkan nafsuku. Dengan sedikit tergesa kuturunkan celanaku dan segera kuarahkan kepala kontolku keliang memek Mba Tuti, dengan sedikit gesek gesekan di belahan bibir vaginanya lalu dengan sekali sodokan kuhujamkan batang kontolku keliang memek Mba Tuti…dengan diiringi erangan panjangnya.

“…aaaarrrgggghhh…OOOhhhh…sakit…Maaassshhh….!!!” 

Dengan tidak memperdulikan rintihan dan erangan Mba Tuti aku terus menggenjot liang memeknya dengan penuh nafsu dan kasar, dan dalam ritme sodokkan yang tidak beraturan.

“…aaahhh memek Mba uenaaak…tenan…!” kataku disela sodokan sodokanku.

Lalu kurenggut dengan kasar sisa baju daster Mba Tuti yang masih tersisa di tubuhnya, dan kugenjot terus hingga tubuh Mba Tuti terguncang guncang hebat diatas ranjang. 

“…Maaasss sakit Maaas…aku ngga kuaaat…Maaassshhh…!” rintihan Mba Tuti memelas.

Akhirnya dengan semakin memepercepat genjotanku di liang memeknya, akupun sampai pada klimaks dan dengan menekan keras ke memek Mba Tuti aku semburkan lahar panas spermaku didalam rahimnya.

“…aaaahhhh…Mba Tutiiii…memek Mba puleenn…ooohhh…crot…crot…crot…!!!”

Akupun jatuh diatas tubuh Mba Tuti dengan peluh yang luar biasa banyak dan dengan bibirku kembali kulumat bibir Mba Tuti, dan disela isak tangisnya,

“…maafkan saya Mba…saya sudah lama menginginkan tubuh Mba…” kataku.

Mba Tuti tidak menjawab hanya isak tangisnya yang masih berkepanjangan terdengar olehku. Aku mengambil rokokku dan beristirahat ditepi ranjang, perlahan Mba Tuti bangun dan terus kekamar mandi, setelah itu terdengar air yang tercurah disiramkan ke tubuhnya.

Aku hampiri Mba Tuti yang sedang mangeringkan rambutnya dengan handuk, dan dengan tubuhnya yang hanya terbelit kain kemben batik. Melihat hal itu aku kembali dengan kedutan kedutan di kontolku, aku terangsang lagi dan dengan segera kupeluk tubuh Mba Tuti dari belakang dan kembali kuhujani dengan ciuman dan jilatan jilatan di sekitar leher jenjangnya.

“…sudah Maas…saya ngga mauuu…aaahhh…!” erangannya.

“…jangaaaannn…Maaasss….oohhhgggffss…” 

Mba Tuti meronta dan menolak apa yang kuinginkan, dengan tangannya yang mulai menjambak dan memukuli kepalaku. Aku yang sudah begitu bernafsu dengan mudah ku angkat dan kubopong tubuh Mba Tuti dan kuhempaskan keatas ranjang, dan segera kutindih. Lalu dengan kasar kusingkap kain kemben bagian bawahnya dan kubuka kedua paha Mba Tuti dengan dengkulku, lalu kuarahkan kepala kontolku keliang memeknya dan kutekan dengan dorongan penuh Bleess…

“…aaaahhhhh…..!!!”

Lalu dengan dengan kasar ku genjot liang memek Mba Tuti, dan akhirnya Mba Tuti hanya diam pasrah setelah kutubleskan batang kontolku seluruhnya. Sodokkan dan genjotanku semakin kencang dank eras hingga ranjang pun berderit seirama ayunan tubuhku diatas tubuh Mba Tuti, dan untuk kedua kalinya akhirnya kembali kusirami rumput tetanggaku itu dengan air maniku…

“…aaahhh…crot…crot…crot…!!!”

Dengan perasaan puas lalu kupunguti pakaian ku yang berserakan dilantai, dan kuhampiri Mba Tuti yang terisak diatas ranjangnya dengan kain kembennya yang sudah compang camping kurenggut dan kubuka secara paksa hingga meninggalkan banyak sobekkan disana sini, dan dengan mesra ku lumat bibirnya dan kambali kubisikan…

“…maafkan saya Mba…sejak kepindahan Mba kesini…saya sudah jatuh hati sama Mba…sekali lagi maafkan saya ya Mba…!”

Akupun keluar dari rumah Mba Tuti, dengan tidak lupa menyeruput sisa kopi yang tadi dibuatkan Mba Tuti untukku.

The End…

3 komentar: